Keith Rupert Murdoch (lahir di
Melbourne, 11 Maret 1931; umur 83 tahun) adalah pemilik News Corporation, salah
satu perusahaan media terbesar dan paling berpengaruh di dunia.
Perusahaan yang
dimiliki News di antaranya adalah Fox News, 20th Century Fox (1985), The Wall
Street Journal (2007) dan HarperCollins (1989) di Amerika Serikat dan BSkyB
(1990) di Britania Raya.
Ia sebelumnya merupakan warganegara Australia, namun
kini telah menjadi warganegara Amerika Serikat.
Riwayat Hidup
- Murdoch dilahirkan di Melbourne,
Australia, ia anak dari pasangan Sir Keith Murdoch (1885–1952) dan Elisabeth
Greene (1909–2012), kedua orangtuanya juga dilahirkan di Melbourne. Mereka
menikah pada tahun 1928, ketika Elisabeth berumur 19 dan Keith Murdoch berumur
23 tahun. Pasangan ini memiliki 4 orang anak, 1 putra bernama Rupert Murdoch
dan 3 orang putri, bernama Janet Calvert-Jones, Anne Kantor dan Helen Handbury
Ia telah menikah tiga kali;
ketiganya berakhir dengan perceraian. Istrinya yang terakhir adalah adalah
Wendi Deng yang berasal dari China. Mereka bercerai setelah hidup dalam perkawinan
selama 14 tahun[1]. Murdoch menikahi Wendi yang 38 tahun lebih muda pada tahun
1999 setelah menceraikan istri keduanya, Anna, yang dinikahinya selama 32
tahun.
Ben Bagdikian meneliti perkembangan
industri media di Amerika Serikat sejak pertengahan tahun 1980-an. Ketika itu
ia menggambarkan bahwa pada tahun 1980-an di AS terdapat 50 perusahaan besar
yang menguasai jaringan bisnis media di seluruh Amerika. Beberapa tahun
kemudian ia membuat penelitian yang sama, jumlah perusahaan media besar tinggal
setengahnya. Terakhir pada tahun 1997, ia meneliti lagi dan jumlahnya tinggal 5
grup media yang menguasai 60% dari seluruh media di Amerika, yakni the big
five: Time Warner, Disney, Murdoch’s News, Viacom, dan Bertelsmann (Bagdikian,
2004: 27). Dalam rentang masa 20 tahun, dari 50 media telah berada di bawah
lima konsentrasi media. Melalui ulasan Bagdikian itu—yang kemudian menjadi
kritik klasik bagi analisis korporasi media—terungkap bahwa gejala tersebut
akhirnya menjadi fenomena global yang disinyalir merupakan sisi gelap dari
kebebasan pers. Liberalisasi media tak terkendali yang bersinergi dengan pasar
bebas akhirnya menciptakan pemusatan kepemilikan media hanya pada segelintir
kelompok tertentu yang menguasai modal.
Temuan bagdikian ini senada dengan
analisis Herbert Schiller (1996: 249-264), salah seorang tokoh dalam ilmu
komunikasi yang menggambarkan bahwa perkembangan signifikan dalam industri
media dan komunikasi global terjadi setelah Perang Dunia II. Makin lama
terlihat bahwa perusahaan-perusahaan yang dominan di Amerika maupun dunia terkonsolidasi
dalam perusahaan-perusahaan besar dengan aset yang mencapai nilai milyaran
dollar. Di antara mereka sendiri terjadi merger antara satu perusahaan dengan
perusahaan lain sehingga kekuatan kapital mereka makin lama makin
terkonsentrasi di tangan sejumlah perusahaan baja, sementara itu trend lain
yang juga terjadi dalam industri media global adalah tren konvergensi
kepemilikan silang yang terjadi antara satu industri dengan idustri lainnya.
Satu perusahaan bisa memiliki industri televisi, suratkabar, radio, film, musik
rekaman, telekomunikasi, sebagai satu kesatuan.
Lebih jauh Edward S. Herman dan
Robert W. McChesney dalam bukunya The Global Media: A New Missionaries to
Corporate Capitalism (1997) menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 1980-an,
industri media global menunjukkan perkembangan terjadinya kapitalisasi dan
industri media yang makin lama hanya dikuasai oleh beberapa pelaku industri.
Pada buku yang lain, McChesney (1997; 1998; 2000) menyindir konglomerasi ini
sebagai kondisi Rich Media Poor Democracy, meski menguntungkan secara ekonomi,
konglomerasi merupakan ancaman bagi iklim demokrasi. Demokrasi menghendaki
adanya akses kepemilikian media yang merata dan tidak terpusat segelintir orang
atau sekelompok orang dengan agenda kepentingan masing-masing.
Berkembangnya konsentrasi modal
juga menunjuk pada perkembangan teknologi komunikasi yang makin dikuasai oleh
kekuatan modal, dan industri ini makin signifikan berkontribusi meningkatkan
pendapatan Amerika Serikat. Pada dekade
akhir tahun 1980-an, industri media dikarakteristikkan oleh munculnya gelombang
akusisi dan merger. Kepentingan utama dari merger perusahaan tersebut terkait
dengan potensi yang dapat dikembangakan perusahaan karena membuka peluang
penggabungan media cetak dan audio visual ke dalam perusahaan multimedia.
Setiap kali terjadi merger perusahaan media di dunia, nilai bisnisnya semakin
lama semakin tinggi, dan terns membuat rekor atas perjanjian bisnis sebelumnya
(Haryanto, 2008: 61).
Di Indonesia, liberalisasi media sejak
reformasi 1998 telah membawa pengaruh yang sangat penting dalam demokratisasi.
Perubahan tersebut sangat jelas dan dirasakan langsung oleh masyarakat.
Perkembangan yang kuat pada masa Reformasi ialah, diperjelas dan dipertegasnya
kebebasan pers dalam konstitusi (UUD 1945) dan Undang-undang Pers dan semakin
kukuhnya liberalisasi ekonomi. Pengaruh liberalisme bersamaan dengan kebebasan
media dan demokrasasi telah mendorong tampilnya neoliberalisme, dan media massa
adalah bagian penting neoliberalisme tersebut. Kebebasan atau liberalisasi
media juga memberikan keleluasaan dalam pemilikan media yang oleh pemodal
kesempatan tersebut bergegas dimanfaatkan karena menjadi adalah bagian dari
strategi bisnis yang menguntungkan.
Kondisi tersebut merupakan perkembangan
yang menarik dan menguntungkan untuk para pebisnis, tetapi apakah hal yang sama
akan dirasakan bagi perkembangan demokrasi yang bermuara pada kemanfaatan
publik? Perkembangan konsentrasi media belum tentu juga berdampak sama bagi
kehidupan masyarakat lainnya. Untuk itu diperlukan regulasi yang dapat mengatur
atau membatasi pemusatan kepimilikan media massa, khususnya penyiaran yang
menggunakan ranah publik (public domain). Terutama untuk menjamin adanya
keragaman kepemilikan (diversity of ownership), keragaman isi (diversity of
ownership), dan kebergaman pendapat di media (diversity of voice).
Sumber : https://bincangmedia.wordpress.com/tag/rupert-murdoch/
Tokoh - Tokoh Dunia yang menguasai industri media
1. Mortimer Zuckerman, pemilik NY
Daily News, US News & World Report dan ketua Konferensi Presiden Organisasi
Utama Yahudi Amerika, salah satu kelompok lobi pro-Israel terbesar.
2. LESLIE MOONVES, presiden
televisi CBS, besar-keponakan dari David Ben-Gurion, dan co-presiden dengan
Norman Ornstein dari Komite Penasihat Kepentingan Umum Kewajiban Produsen
Digital TV, ditunjuk oleh Clinton.
3. JONATHAN MILLER, ketua dan CEO
divisi AOL-Time-Warner
4. NEIL Shapiro, presiden NBC News
5. JEFF GASPIN, Wakil Presiden
Eksekutif, Pemrograman, NBC
6. David Westin, presiden ABC News
7. Sumner Redstone, CEO dari
Viacom, “memiliki media terbesar dunia” (Ekonom, 11/23/2), memiliki kabel Viacom,
CBS dan MTV di seluruh dunia, persewaan video Blockbuster dan Black
Entertainment TV.
8. Michael Eisner, pemilik utama
dari Walt Disney, Capitol Cities, ABC.
9. Rupert Murdoch, Pemilik Fox TV,
New York Post, London Times, News of the World
10. MEL KARMAZIN, presiden dari CBS
11. DON Hewitt, Direktur Eksekutif
60 Minutes, CBS
12. JEFF FAGER, Direktur Eksekutif,
60 Minutes II. CBS
13. DAVID POLTRACK, Wakil Presiden
Eksekutif, Penelitian dan Perencanaan, CBS
14. SANDY KRUSHOW, Ketua Fox
Entertaiment
15. LLOYD Braun, Ketua ABC
Entertaiment
16. Barry Meyer, Ketua Warner Bros
17. Sherry Lansing. Presiden
Komunikasi Paramount dan Ketua Paramount Pictures Grup Motion.
18. HARVEY Weinstein, CEO. Miramax
Films.
19. BRAD Siegel., Presiden, Turner
Entertainment.
20. PETER Chernin, orang kedua
Rupert Murdoch di News. Corp
21. Marty Peretz, pemilik dan
penerbit New Republic, yang terang-terangan mengidentifikasi dirinya sebagai
pro-Israel. Al Gore memberinya kredit sebagai “mentornya.”
22. ARTHUR O. Sulzberger, JR.,
Penerbit NY Times, Boston Globe dan publikasi lainnya.
23. William Safire, kolumnis untuk
NYT.
24. TOM Friedman, kolumnis untuk
NYT.
25. CHARLES Krauthammer, kolumnis
untuk Washington Post.
26. RICHARD COHEN, kolumnis untuk
Washington Post
27. JEFF Jacoby, kolumnis untuk
Boston Globe
28. NORMAN Ornstein, American
Enterprise Inst., Kolumnis rutin untuk USA Today, penulis berita analis untuk
CBS, dan co-presiden dengan Leslie Moonves, Komite Penase\ihat Kepentingan Umum
Kewajiban Produsen Digital TV, ditunjuk langsung oleh Clinton.
29. Arie Fleischer, sekretaris pers
Dubya.
30. STEPHEN EMERSON, pilihan
pertama setiap outlet media sebagai pakar terorisme dalam negeri.
31. DAVID Schneiderman, pemilik dan
Village Voice New jaringan Times “mingguan alternatif.”
32. DENNIS Leibowitz, kepala UU
Mitra II,
33. KENNETH Pollack, untuk analis
CIA, direktur Pusat Saban untuk Kebijakan Timur Tengah, menulis op-eds di NY
Times, New Yorker
34. Barry Diller, ketua Amerika
Serikat Interaktif, bekas pemilik Universal Entertaiment
35. KENNETH Roth, Direktur
Eksekutif Human Rights Watch
36. RICHARD LEIBNER, menjalankan
N.S. Bienstock
37. Terry Semel, CEO, Yahoo, Warner
Bros
38. MARK GOLIN, VP dan Direktur
Kreatif, AOL
39. WARREN LIEBERFORD, Pres.,
Warner Bros Home Video Div. AOL-timewarner
40. Jeffrey Zucker, Presiden NBC
Hiburan
41. JACK MYERS, NBC, chief.NYT
5.14.2
42. SANDY GRUSHOW, ketua Fox
Entertainment
43. Gail Berman, Presiden Fox
Entertainment
44. STEPHEN Spielberg, co-pemilik
Dreamworks
45. Jeffrey Katzenberg, co-pemilik
Dreamworks
46. David Geffen, co-pemilik
Dreamworks
47. Llyod Braun, ketua ABC
Entertainment
48. JORDAN Levin, presiden Warner
Bros Entertainment
49. MAX MUTCHNICK, co-produser
eksekutif NBC’s “Good Morning Miami”
50. DAVID KOHAN, co-produser
eksekutif NBC’s “Good Morning Miami”
51. Howard Stringer, kepala Sony
Corp of America
52. AMY PASCAL, ketua Columbia
Pictures
53. Joel Klein, kursi dan CEO
Amerika Bertelsmann’s
54. ROBERT SILLERMAN, pendiri Clear
Channel Communications
55. Brian GRADEN, presiden MTV
56. IVAN SEIDENBERG, CEO Verizon
Communications
57. WOLF Blitzer, pembawa acara
Edisi Akhir CNN
58. LARRY KING, pembaca acara Larry
King Live
59. Ted Koppel, pembawa acara ABC
Nightline
60. Andrea Koppel, Reporter CNN
61. PAULA Zahn, Host CNN
62. Mike Wallace, Host dari CBS, 60
Minutes
63. BARBARA WALTERS, Host, ABC
20-20
64. MICHAEL LEDEEN, editor National
Review
65. Bruce Nussbaum, editor halaman
editorial, Business Week
66. DONALD GRAHAM, Ketua dan CEO
Newsweek dan Washington Post
67. CATHERINE GRAHAM Meyer, bekas
pemilik Washington Post
68. HOWARD FINEMAN, Kolumnis Kepala
Politik, Newsweek
69. William Kristol, Editor,
Standar Mingguan, Exec. Direktur Proyek untuk Abad Baru Amerika (PNAC)
70. RON Rosenthal, Managing Editor,
San Francisco Chronicle
71. Phil Bronstein, Editor
Eksekutif, San Francisco Chronicle,
72. RON Owens, Talk Show Host, KGO
(Kota ABC-Capitol, San Francisco)
73. JOHN Rothman, Talk Show Host,
KGO (Kota ABC-Capitol Francisco, San)
74. Michael Savage, Talk Show Host,
KFSO (ABC-Capitol Kota, San Francisco) di 100 pasar Sindikasi
75. MICHAEL Medved, Talk Show Host,
pada 124 stasiun AM
76. Dennis Prager, Talk Show Host,
nasional sindikasi dari LA. Apakah bendera Israel di halaman rumahnya.
77. Wattenberg BEN, Moderator, PBS
Think Tank.
78. ANDREW KURANGNYA, presiden NBC
79. DANIEL Menaker, Direktur
Eksekutif, Harper Collins
80. DAVID REMNICK, Editor, The New
Yorker
81. Nicholas Lehmann, penulis, New
York
82. Henrick Hertzberg, pembicara
dari editor Town, The New Yorker
83. SAMUEL Newhouse JR, dan DONALD
Newhouse Publikasi Newhouse sendiri, termasuk 26 surat kabar di 22 kota;
kelompok majalah Conde Nast, termasuk The New Yorker, Parade, surat kabar
Minggu suplemen; American City Business Journal, koran bisnis yang diterbitkan
di lebih dari 30 kota besar di Amerika, dan kepentingan dalam pemrograman dan
sistem kabel televisi kabel yang melayani 1 juta rumah.
84. DONALD Newhouse, ketua dewan
direksi, Associated Press.
85. PETER R KANN, CEO, Wall Street
Journal, Barron’s
86. RALPH J. & Brian Roberts,
Pemilik, TV kabel Comcast-ATT.
87. Kirshbaum Lawrence,
CEO, AOL-Time Warner Grup Buku.
Bagaimana teknologi komunikasi mendukung kerja korporasi di berbagai negara secara terpisah ?
Penerapan
Teknologi Informasi dan Komunikasi banyak digunakan para usahawan. Kebutuhan
efisiensi waktu dan biaya menyebabkan setiap pelaku usaha merasa perlu
menerapkan teknologi informasi dalam lingkungan kerja. Penerapan Teknologi
Informasi dan Komunikasi menyebabkan perubahan pada kebiasaan kerja.
Salah
satu peranan teknologi informasi bagi perusahaan yang paling nyata adalah semua
pekerjaan akan lebih cepat dan akurat. Penerapan teknologi informasi yang
efektif akan mengurangi biaya yang tidak diharapkan dan dapat meningkatkan
fleksibilitas. Teknologi Informasi dapat diterapkan pada semua jenis usaha dan
telah menjadi kebutuhan dasar mulai dari perusahaan kecil sampai perusahaan
besar bahkan toko retail sekalipun.
Dalam
dunia bisnis Teknologi Informasi dan Komunikasi dimanfaatkan untuk perdagangan
secara elektronik atau dikenal sebagai E-Commerce. E-Commerce adalah
perdagangan menggunakan jaringan komunikasi internet. Perdagangan sebenarnya merupakan kegiatan yang
dilakukan manusia sejak awal peradabannya. Sejalan dengan perkembangan manusia,
cara dan sarana yang digunakan untuk berdagang senantiasa berubah. Bentuk
perdagangan terbaru yang kian memudahkan penggunaannya kini adalah e-commerce.
Secara umum, e-commerce dapat didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi
perdagangan atau perniagaan barang dan jasa dengan menggunakan media
elektronik.Di dalam e-commerce, para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan
/ perniagaan hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik (public network)
yang dalam perkembangan terakhir menggunakan media internet.
Dalam
dunia perbankan Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah diterapkannya
transaksi perbankan lewat internet atau dikenal dengan Internet Banking.
IT
sebagai enabler dari strategic importance serta menawarkan peluang yang
signifikan pada bisnis organisasi, dimana mereka memberi peluang: Meningkatkan
nilai tambah pada produk atau layanan membantu dalam competitive positioning
menurunkan biaya operasional, meningkatkan efisiensi administratif meningkatkan
efektifitas manajerial.
IT
governance merupakan bagian yang sangat penting dan kritis dalam upaya
pencapaian corporate governance. IT governance merupakan satu kesatuan dengan
corporate governance dengan memberi keyakinan adanya peningkatan efektivitas dan
efisiensi dalam proses organisasi yang terkait.
Semua
bisnis tentunya juga membutuhkan semua informasi yang sangat aktual, cepat dan
dapat dipercaya, yang mana bisa semua permasalahan tersebut hanya bisa
diselesaikan melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT).
Mereka
bekerja di seluruh waktu, ruang, dan dengan batas-batas organisasi diperkuat
oleh link webs komunikasi teknologi. Karena terpisah secara geografis, maka
organisasi boleh menyewa dan mempertahankan orang-orang terbaik tanpa
memperhatikan lokasi.