Thursday 16 October 2014

Politik Media Massa yang harus kita ketahui


Keith Rupert Murdoch (lahir di Melbourne, 11 Maret 1931; umur 83 tahun) adalah pemilik News Corporation, salah satu perusahaan media terbesar dan paling berpengaruh di dunia. 

Perusahaan yang dimiliki News di antaranya adalah Fox News, 20th Century Fox (1985), The Wall Street Journal (2007) dan HarperCollins (1989) di Amerika Serikat dan BSkyB (1990) di Britania Raya. 

Ia sebelumnya merupakan warganegara Australia, namun kini telah menjadi warganegara Amerika Serikat.



Riwayat Hidup
  • Murdoch dilahirkan di Melbourne, Australia, ia anak dari pasangan Sir Keith Murdoch (1885–1952) dan Elisabeth Greene (1909–2012), kedua orangtuanya juga dilahirkan di Melbourne. Mereka menikah pada tahun 1928, ketika Elisabeth berumur 19 dan Keith Murdoch berumur 23 tahun. Pasangan ini memiliki 4 orang anak, 1 putra bernama Rupert Murdoch dan 3 orang putri, bernama Janet Calvert-Jones, Anne Kantor dan Helen Handbury


Ia telah menikah tiga kali; ketiganya berakhir dengan perceraian. Istrinya yang terakhir adalah adalah Wendi Deng yang berasal dari China. Mereka bercerai setelah hidup dalam perkawinan selama 14 tahun[1]. Murdoch menikahi Wendi yang 38 tahun lebih muda pada tahun 1999 setelah menceraikan istri keduanya, Anna, yang dinikahinya selama 32 tahun.

Ben Bagdikian meneliti perkembangan industri media di Amerika Serikat sejak pertengahan tahun 1980-an. Ketika itu ia menggambarkan bahwa pada tahun 1980-an di AS terdapat 50 perusahaan besar yang menguasai jaringan bisnis media di seluruh Amerika. Beberapa tahun kemudian ia membuat penelitian yang sama, jumlah perusahaan media besar tinggal setengahnya. Terakhir pada tahun 1997, ia meneliti lagi dan jumlahnya tinggal 5 grup media yang menguasai 60% dari seluruh media di Amerika, yakni the big five: Time Warner, Disney, Murdoch’s News, Viacom, dan Bertelsmann (Bagdikian, 2004: 27). Dalam rentang masa 20 tahun, dari 50 media telah berada di bawah lima konsentrasi media. Melalui ulasan Bagdikian itu—yang kemudian menjadi kritik klasik bagi analisis korporasi media—terungkap bahwa gejala tersebut akhirnya menjadi fenomena global yang disinyalir merupakan sisi gelap dari kebebasan pers. Liberalisasi media tak terkendali yang bersinergi dengan pasar bebas akhirnya menciptakan pemusatan kepemilikan media hanya pada segelintir kelompok tertentu yang menguasai modal.

Temuan bagdikian ini senada dengan analisis Herbert Schiller (1996: 249-264), salah seorang tokoh dalam ilmu komunikasi yang menggambarkan bahwa perkembangan signifikan dalam industri media dan komunikasi global terjadi setelah Perang Dunia II. Makin lama terlihat bahwa perusahaan-­perusahaan yang dominan di Amerika maupun dunia terkonsolidasi dalam perusahaan-perusahaan besar dengan aset yang mencapai nilai milyaran dollar. Di antara mereka sendiri terjadi merger antara satu perusa­haan dengan perusahaan lain sehingga kekuatan kapital mereka makin lama makin terkonsentrasi di tangan sejumlah perusahaan baja, sementara itu trend lain yang juga terjadi dalam industri media global adalah tren konvergensi kepemilikan silang yang terjadi antara satu industri dengan idustri lainnya. Satu perusahaan bisa memiliki industri televisi, suratkabar, radio, film, musik rekaman, telekomunikasi, sebagai satu kesatuan.

Lebih jauh Edward S. Herman dan Robert W. McChesney dalam bukunya The Global Media: A New Missionaries to Corporate Capitalism (1997) menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 1980-an, industri media global menunjukkan perkembangan terjadinya kapitalisasi dan industri media yang makin lama hanya dikuasai oleh beberapa pelaku industri. Pada buku yang lain, McChesney (1997; 1998; 2000) menyindir konglomerasi ini sebagai kondisi Rich Media Poor Democracy, meski menguntungkan secara ekonomi, konglomerasi merupakan ancaman bagi iklim demokrasi. Demokrasi menghendaki adanya akses kepemilikian media yang merata dan tidak terpusat segelintir orang atau sekelompok orang dengan agenda kepentingan masing-masing.

Berkembangnya konsentrasi modal juga menunjuk pada perkembangan teknologi komunikasi yang makin di­kuasai oleh kekuatan modal, dan industri ini makin signifi­kan berkontribusi meningkatkan pendapatan  Amerika Serikat. Pada dekade akhir tahun 1980-an, industri media dikarakteristikkan oleh munculnya gelombang akusisi dan merger. Kepentingan utama dari merger perusahaan tersebut terkait dengan potensi yang dapat dikembangakan perusahaan karena membuka peluang penggabungan media cetak dan audio visual ke dalam perusahaan multimedia. Setiap kali terjadi merger perusahaan media di dunia, nilai bisnisnya semakin lama semakin tinggi, dan terns membuat rekor atas perjanjian bisnis sebelumnya (Haryanto, 2008: 61).


Di Indonesia, liberalisasi media sejak reformasi 1998 telah membawa pengaruh yang sangat penting dalam demokratisasi. Perubahan tersebut sangat jelas dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Perkembangan yang kuat pada masa Reformasi ialah, diperjelas dan dipertegasnya kebebasan pers dalam konstitusi (UUD 1945) dan Undang-undang Pers dan semakin kukuhnya liberalisasi ekonomi. Pengaruh liberalisme bersamaan dengan kebebasan media dan demokrasasi telah mendorong tampilnya neoliberalisme, dan media massa adalah bagian penting neoliberalisme tersebut. Kebebasan atau liberalisasi media juga memberikan keleluasaan dalam pemilikan media yang oleh pemodal kesempatan tersebut bergegas dimanfaatkan karena menjadi adalah bagian dari strategi bisnis yang menguntungkan.

Kondisi tersebut merupakan perkembangan yang menarik dan menguntungkan untuk para pebisnis, tetapi apakah hal yang sama akan dirasakan bagi perkembangan demokrasi yang bermuara pada kemanfaatan publik? Perkembangan konsentrasi media belum tentu juga berdampak sama bagi kehidupan masyarakat lainnya. Untuk itu diperlukan regulasi yang dapat mengatur atau membatasi pemusatan kepimilikan media massa, khususnya penyiaran yang menggunakan ranah publik (public domain). Terutama untuk menjamin adanya keragaman kepemilikan (diversity of ownership), keragaman isi (diversity of ownership), dan kebergaman pendapat di media (diversity of voice).
Sumber : https://bincangmedia.wordpress.com/tag/rupert-murdoch/

Tokoh - Tokoh Dunia yang menguasai industri media

1. Mortimer Zuckerman, pemilik NY Daily News, US News & World Report dan ketua Konferensi Presiden Organisasi Utama Yahudi Amerika, salah satu kelompok lobi pro-Israel terbesar.
2. LESLIE MOONVES, presiden televisi CBS, besar-keponakan dari David Ben-Gurion, dan co-presiden dengan Norman Ornstein dari Komite Penasihat Kepentingan Umum Kewajiban Produsen Digital TV, ditunjuk oleh Clinton.
3. JONATHAN MILLER, ketua dan CEO divisi AOL-Time-Warner
4. NEIL Shapiro, presiden NBC News
5. JEFF GASPIN, Wakil Presiden Eksekutif, Pemrograman, NBC
6. David Westin, presiden ABC News
7. Sumner Redstone, CEO dari Viacom, “memiliki media terbesar dunia” (Ekonom, 11/23/2), memiliki kabel Viacom, CBS dan MTV di seluruh dunia, persewaan video Blockbuster dan Black Entertainment TV.
8. Michael Eisner, pemilik utama dari Walt Disney, Capitol Cities, ABC.
9. Rupert Murdoch, Pemilik Fox TV, New York Post, London Times, News of the World
10. MEL KARMAZIN, presiden dari CBS
11. DON Hewitt, Direktur Eksekutif 60 Minutes, CBS
12. JEFF FAGER, Direktur Eksekutif, 60 Minutes II. CBS
13. DAVID POLTRACK, Wakil Presiden Eksekutif, Penelitian dan Perencanaan, CBS
14. SANDY KRUSHOW, Ketua Fox Entertaiment
15. LLOYD Braun, Ketua ABC Entertaiment
16. Barry Meyer, Ketua Warner Bros
17. Sherry Lansing. Presiden Komunikasi Paramount dan Ketua Paramount Pictures Grup Motion.
18. HARVEY Weinstein, CEO. Miramax Films.
19. BRAD Siegel., Presiden, Turner Entertainment.
20. PETER Chernin, orang kedua Rupert Murdoch di News. Corp
21. Marty Peretz, pemilik dan penerbit New Republic, yang terang-terangan mengidentifikasi dirinya sebagai pro-Israel. Al Gore memberinya kredit sebagai “mentornya.”
22. ARTHUR O. Sulzberger, JR., Penerbit NY Times, Boston Globe dan publikasi lainnya.
23. William Safire, kolumnis untuk NYT.
24. TOM Friedman, kolumnis untuk NYT.
25. CHARLES Krauthammer, kolumnis untuk Washington Post.
26. RICHARD COHEN, kolumnis untuk Washington Post
27. JEFF Jacoby, kolumnis untuk Boston Globe
28. NORMAN Ornstein, American Enterprise Inst., Kolumnis rutin untuk USA Today, penulis berita analis untuk CBS, dan co-presiden dengan Leslie Moonves, Komite Penase\ihat Kepentingan Umum Kewajiban Produsen Digital TV, ditunjuk langsung oleh Clinton.
29. Arie Fleischer, sekretaris pers Dubya.
30. STEPHEN EMERSON, pilihan pertama setiap outlet media sebagai pakar terorisme dalam negeri.
31. DAVID Schneiderman, pemilik dan Village Voice New jaringan Times “mingguan alternatif.”
32. DENNIS Leibowitz, kepala UU Mitra II,
33. KENNETH Pollack, untuk analis CIA, direktur Pusat Saban untuk Kebijakan Timur Tengah, menulis op-eds di NY Times, New Yorker
34. Barry Diller, ketua Amerika Serikat Interaktif, bekas pemilik Universal Entertaiment
35. KENNETH Roth, Direktur Eksekutif Human Rights Watch
36. RICHARD LEIBNER, menjalankan N.S. Bienstock
37. Terry Semel, CEO, Yahoo, Warner Bros
38. MARK GOLIN, VP dan Direktur Kreatif, AOL
39. WARREN LIEBERFORD, Pres., Warner Bros Home Video Div. AOL-timewarner
40. Jeffrey Zucker, Presiden NBC Hiburan
41. JACK MYERS, NBC, chief.NYT 5.14.2
42. SANDY GRUSHOW, ketua Fox Entertainment
43. Gail Berman, Presiden Fox Entertainment
44. STEPHEN Spielberg, co-pemilik Dreamworks
45. Jeffrey Katzenberg, co-pemilik Dreamworks
46. David Geffen, co-pemilik Dreamworks
47. Llyod Braun, ketua ABC Entertainment
48. JORDAN Levin, presiden Warner Bros Entertainment
49. MAX MUTCHNICK, co-produser eksekutif NBC’s “Good Morning Miami”
50. DAVID KOHAN, co-produser eksekutif NBC’s “Good Morning Miami”
51. Howard Stringer, kepala Sony Corp of America
52. AMY PASCAL, ketua Columbia Pictures
53. Joel Klein, kursi dan CEO Amerika Bertelsmann’s
54. ROBERT SILLERMAN, pendiri Clear Channel Communications
55. Brian GRADEN, presiden MTV
56. IVAN SEIDENBERG, CEO Verizon Communications
57. WOLF Blitzer, pembawa acara Edisi Akhir CNN
58. LARRY KING, pembaca acara Larry King Live
59. Ted Koppel, pembawa acara ABC Nightline
60. Andrea Koppel, Reporter CNN
61. PAULA Zahn, Host CNN
62. Mike Wallace, Host dari CBS, 60 Minutes
63. BARBARA WALTERS, Host, ABC 20-20
64. MICHAEL LEDEEN, editor National Review
65. Bruce Nussbaum, editor halaman editorial, Business Week
66. DONALD GRAHAM, Ketua dan CEO Newsweek dan Washington Post
67. CATHERINE GRAHAM Meyer, bekas pemilik Washington Post
68. HOWARD FINEMAN, Kolumnis Kepala Politik, Newsweek
69. William Kristol, Editor, Standar Mingguan, Exec. Direktur Proyek untuk Abad Baru Amerika (PNAC)
70. RON Rosenthal, Managing Editor, San Francisco Chronicle
71. Phil Bronstein, Editor Eksekutif, San Francisco Chronicle,
72. RON Owens, Talk Show Host, KGO (Kota ABC-Capitol, San Francisco)
73. JOHN Rothman, Talk Show Host, KGO (Kota ABC-Capitol Francisco, San)
74. Michael Savage, Talk Show Host, KFSO (ABC-Capitol Kota, San Francisco) di 100 pasar Sindikasi
75. MICHAEL Medved, Talk Show Host, pada 124 stasiun AM
76. Dennis Prager, Talk Show Host, nasional sindikasi dari LA. Apakah bendera Israel di halaman rumahnya.
77. Wattenberg BEN, Moderator, PBS Think Tank.
78. ANDREW KURANGNYA, presiden NBC
79. DANIEL Menaker, Direktur Eksekutif, Harper Collins
80. DAVID REMNICK, Editor, The New Yorker
81. Nicholas Lehmann, penulis, New York
82. Henrick Hertzberg, pembicara dari editor Town, The New Yorker
83. SAMUEL Newhouse JR, dan DONALD Newhouse Publikasi Newhouse sendiri, termasuk 26 surat kabar di 22 kota; kelompok majalah Conde Nast, termasuk The New Yorker, Parade, surat kabar Minggu suplemen; American City Business Journal, koran bisnis yang diterbitkan di lebih dari 30 kota besar di Amerika, dan kepentingan dalam pemrograman dan sistem kabel televisi kabel yang melayani 1 juta rumah.
84. DONALD Newhouse, ketua dewan direksi, Associated Press.
85. PETER R KANN, CEO, Wall Street Journal, Barron’s
86. RALPH J. & Brian Roberts, Pemilik, TV kabel Comcast-ATT.
87. Kirshbaum Lawrence, CEO, AOL-Time Warner Grup Buku.




  • Question :



Bagaimana teknologi komunikasi mendukung kerja korporasi di berbagai negara secara terpisah ?


Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi banyak digunakan para usahawan. Kebutuhan efisiensi waktu dan biaya menyebabkan setiap pelaku usaha merasa perlu menerapkan teknologi informasi dalam lingkungan kerja. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi menyebabkan perubahan pada kebiasaan kerja.

Salah satu peranan teknologi informasi bagi perusahaan yang paling nyata adalah semua pekerjaan akan lebih cepat dan akurat. Penerapan teknologi informasi yang efektif akan mengurangi biaya yang tidak diharapkan dan dapat meningkatkan fleksibilitas. Teknologi Informasi dapat diterapkan pada semua jenis usaha dan telah menjadi kebutuhan dasar mulai dari perusahaan kecil sampai perusahaan besar bahkan toko retail sekalipun.

Dalam dunia bisnis Teknologi Informasi dan Komunikasi dimanfaatkan untuk perdagangan secara elektronik atau dikenal sebagai E-Commerce. E-Commerce adalah perdagangan menggunakan jaringan komunikasi internet.  Perdagangan sebenarnya merupakan kegiatan yang dilakukan manusia sejak awal peradabannya. Sejalan dengan perkembangan manusia, cara dan sarana yang digunakan untuk berdagang senantiasa berubah. Bentuk perdagangan terbaru yang kian memudahkan penggunaannya kini adalah e-commerce. Secara umum, e-commerce dapat didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi perdagangan atau perniagaan barang dan jasa dengan menggunakan media elektronik.Di dalam e-commerce, para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan / perniagaan hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik (public network) yang dalam perkembangan terakhir menggunakan media internet.

Dalam dunia perbankan Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah diterapkannya transaksi perbankan lewat internet atau dikenal dengan Internet Banking.

IT sebagai enabler dari strategic importance serta menawarkan peluang yang signifikan pada bisnis organisasi, dimana mereka memberi peluang: Meningkatkan nilai tambah pada produk atau layanan membantu dalam competitive positioning menurunkan biaya operasional, meningkatkan efisiensi administratif meningkatkan efektifitas manajerial.

IT governance merupakan bagian yang sangat penting dan kritis dalam upaya pencapaian corporate governance. IT governance merupakan satu kesatuan dengan corporate governance dengan memberi keyakinan adanya peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam proses organisasi yang terkait.

Semua bisnis tentunya juga membutuhkan semua informasi yang sangat aktual, cepat dan dapat dipercaya, yang mana bisa semua permasalahan tersebut hanya bisa diselesaikan melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT).

Mereka bekerja di seluruh waktu, ruang, dan dengan batas-batas organisasi diperkuat oleh link webs komunikasi teknologi. Karena terpisah secara geografis, maka organisasi boleh menyewa dan mempertahankan orang-orang terbaik tanpa memperhatikan lokasi.






No comments:

Post a Comment